REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Perkembangan situasi politik di Myanmar belum menemukan titik terang bagi dunia termasuk negara-negara yang tergabung dalam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Myanmar merupakan anggota ASEAN dan tahun ini Indonesia memegang keketuaan ASEAN.
Sejak kudeta oleh junta yang melengserkan pemerintahan sipil pimpinan Aung San Suu Kyi, Myanmar dikucilkan dari berbagai pertemuan yang digelar ASEAN setahun terakhir.
Upaya-upaya diplomatik untuk menyelesaikan gejolak krisis politik di Myanmar telah dilakukan ASEAN namun tidak ada kemajuan yang berarti.
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi pada paparan prioritas keketuaan Indonesia di ASEAN mengatakan, Indonesia akan mengupayakan secara maksimal penyelesaian krisis politik di Myanmar. Ia juga akan turut menjadi utusan khusus ASEAN agar bisa berkomunikasi dengan berbagai kepentingan di Myanmar. Hal ini sudah menjadi preseden, ketika menlu negara ketua ASEAN akan jadi utusan khusus.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah menilai, Indonesia harus bermain cantik sebagai ketua ASEAN dalam menghadapi isu Myanmar. Ia menyarankan agar Indonesia memiliki inisiatif atau gagasan cemerlang untuk dapat berbicara langsung dengan junta.
“Jika Myanmar diundang dalam koridor ASEAN, itu akan jadi masalah karena mereka belum melaksanakan lima poin konsensus (5 PC) yang disepakati para pemimpin ASEAN dan oleh junta sendiri juga tahun lalu,” ujar Rezasyah kepada Republika.co.id, Senin (16/1/2023).
“Interaksi dengan Myanmar dapat dilakukan dalam rangka non aligned movement atau gerakan non blok (GNB). Sebab ASEAN dengan non aligned movement juga ada kerja sama,” ujarnya menambahkan.
Rezasyah mengatakan, dalam kerangka tersebut Myanmar dapat dilibatkan kerja sama, semisal untuk kerja sama Konferensi Asia Afrika. Mengingat, Myanmar merupakan salah satu pendiri Konferensi Asia Afrika di samping Indonesia, India, Srilanka, dan Pakistan.
“Kita siapkan satu sesi di mana yang diundang itu negara-negara demokrasi, pemimpin negara ASEAN atau para Menlu ASEAN, dan dengan demikian kontak kerangkanya dalam non aligned movement,” katanya. “Junta bisa diundang dalam kerangka ini, meski nantinya pasti ada kecanggungan,” tuturnya.
Ia mengatakan, Indonesia sebagai ketua ASEAN bisa melakukan inisiatif tersebut dengan mengagendakan dialog. “Informal dialogue atau dialogue partner mempertemukan para menlu ASEAN, di situ ada Myanmar juga dan di situlah kita berkesempatan berbicara dengan Myanmar dari hati ke hati,” ujarnya.
Myanmar memang dikucilkan dari ASEAN, pun Myanmar sulit masuk ke PBB. Oleh karenanya, Rezasyah mengharapkan inisiasi dari Indonesia dalam kerangka pembicaraan SDG, yang bisa menyangkut semua hal.
“Kita tidak bisa menganggap Myanmar bukan negara demokrasi, ini adalah kesempatannya,” katanya.
Juru Bicara Kemenlu RI Teuku Faizasyah menegaskan bahwa isu Myanmar bukan satu-satunya isu yang diprioritaskan Indonesia di keketuaan ASEAN tahun ini. Menurutnya, Myanmar bukan satu-satunya isu dalam kerangka regional ASEAN.
“Isu ini bukan isu mudah, kita tak ingin kepemimpinan Indonesia di ASEAN tahun ini tidak hanya dilihat dari perkembangan masalah Myanmar. Jangan mengukir keberhasilan hanya dari satu isu,” katanya.
Retno juga kembali menegaskan bahwa junta Myanmar jangan sampai mendikte ASEAN. Hal serupa ditegaskan oleh Menlu Malaysia Zambry Abdul Kadir yang berkesempatan berkunjung ke Jakarta belum lama ini. “Kerja-kerja ASEAN tidak boleh ditentukan oleh junta tentara Myanmar. Dalam hal ini Malaysia dan Indonesia akan memastikan keadaan di Myanmar tidak akan mengganggu community di ASEAN,” kata Zambry.
Source: Republika