Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan pendekatan Indonesia sebagai ketua ASEAN, terhadap Myanmar yang tengah mengalami krisis politik usai kudeta 2 tahun lalu.
Retno mengatakan untuk membahas Myanmar, ASEAN menggelar pertemuan Dewan Koordinasi ASEAN ke-32 (ASEAN Coordinating Council/ACC) di Sekretariat ASEAN di Jakarta pada Jumat (3/2).
“Pertemuan tersebut didedikasikan untuk membahas masalah Myanmar secara terbuka, mendalam, dan terus terang sebagai satu keluarga,” kata Retno saat konferensi pers di Sekretariat ASEAN kemarin.
Retno mengatakan Indonesia akan mengedepankan tiga pendekatan berdasarkan lima poin konsensus yang sudah disepakati pada April 2021.
Pertama, melibatkan semua pemangku kepentingan sebagai langkah pertama untuk memfasilitasi kemungkinan dialog nasional yang inklusif.
“Saya juga membagikan keterlibatan awal saya dengan semua pemangku kepentingan,” kata Retno.
Kedua, membangun kondisi yang kondusif untuk membuka jalan demi dialog yang inklusif.
Kondisi kondusif menurutnya adalah dengan mengurangi kekerasan di Myanmar dan melanjutkan bantuan kemanusiaan.
“Kondisi ini, sangat penting untuk membangun kepercayaan dan keyakinan,” katanya.
Ketiga, mensinergikan upaya ASEAN dengan negara tetangga yang peduli dan utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dari negara lain.
Retno membeberkan bahwa semua anggota yang hadir di pertemuan memberikan dukungan penuh terhadap pendekatan Indonesia mengatasi situasi di Myanmar.
“Dalam Working Lunch, para Menlu menegaskan kembali pendekatan bersatu, saya ulangi, united approach [pendekatan bersatu] dalam menyikapi situasi di Myanmar melalui lima poin konsensus,” ujar dia.
Lima poin konsensus itu di antaranya kekerasan di Myanmar harus segera dihentikan, harus ada dialog konstruktif mencari solusi damai, ASEAN akan memfasilitasi mediasi, ASEAN akan memberi bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre, dan akan ada utusan khusus ASEAN ke Myanmar.
Myanmar tengah berada dalam krisis politik dan krisis kemanusiaan usai junta militer mengambil alih kekuasaan secara paksa pada 1 Februari 2021.
Militer juga menangkap pejabat negara mulai dari Presiden Win Myint hingga penasihat negara Aung San Suu Kyi.
Menanggapi kudeta itu, protes meletus di hampir seluruh penjuru negeri. Namun, militer menanggapi dengan kekuatan berlebih.
Mereka menangkap siapa saja yang menentang pemerintahannya dan tak segan membunuh warga sipil.
Source; CNN